Gorga Batak adalah ukiran atau pahatan tradisional yang biasanya
terdapat di dinding rumah bahagian luar dan bagian depan dari
rumah-rumah adat Batak. Gorga ada dekorasi atau hiasan yang dibuat
dengan cara memahat kayu (papan) dan kemudian mencatnya dengan tiga (3)
macam warna yaitu : merah-hitam-putih. Warna yang tiga macam ini disebut
tiga bolit.
Bahan-bahan untuk Gorga ini biasanya kayu
lunak yaitu yang mudah dikorek/dipahat. Biasanya nenek-nenek orang Batak
memilih kayu ungil atau ada juga orang menyebutnya kayu ingul. Kayu
Ungil ini mempunyai sifat tertentu yaitu antara lain tahan terhadap
sinar matahari langsung, begitu juga terhadap terpaan air hujan, yang
berarti tidak cepat rusak/lapuk akibat kena sengatan terik matahari dan
terpaan air hujan. Kayu Ungil ini juga biasa dipakai untuk pembuatan
bahan-bahan kapal/ perahu di Danau Toba.
Bahan-bahan Cat (Pewarna)
Pada zaman dahulu Nenek orang Batak Toba menciptakan catnya sendiri secara alamiah misalnya :
Cat Warna Merah diambil dari batu hula, sejenis batu alam yang berwarna
merah yang tidak dapat ditemukan disemua daerah. Cara untuk mencarinya
pun mempunyai keahlian khusus. Batu inilah ditumbuk menjadi halus
seperti tepung dan dicampur dengan sedikit air, lalu dioleskan ke ukiran
itu.
Cat Warna Putih diambil dari tanah yang berwarna Putih, tanah
yang halus dan lunak dalam bahasa Batak disebut Tano Buro. Tano Buro ini
digiling sampai halus serta dicampur dengan sedikit air, sehingga
tampak seperti cat tembok pada masa kini.
Cat Warna Hitam diperbuat
dari sejenis tumbuh-tumbuhan yang ditumbuk sampai halus serta dicampur
dengan abu periuk atau kuali. Abu itu dikikis dari periuk atau belanga
dan dimasukkan ke daun-daunan yang ditumbuk tadi, kemudian digongseng
terus menerus sampai menghasilkan seperti cat tembok hitam pada zaman
sekarang.
Jenis/ Macamnya Gorga Batak
Menurut cara pengerjaannya ada 2 jenis :
1. Gorga Uhir yaitu Gorga yang dipahatkan dengan memakai alat pahat dan setelah siap dipahat baru diwarnai
2. Gorga Dais yaitu Gorga yang dilukiskan dengan cat warna tiga bolit.
Gorga dais ini merupakan pelengkap pada rumah adat Batak Toba. Yang
terdapat pada bahagian samping rumah, dan dibahagian dalam.
Menurut bentuknya
Dilihat dari ornament dan gambar-gambarnya dapat pula Gorga itu mempunyai nama-namanya tersendiri, antara lain ;
• Gorga Ipon-Ipon, Terdapat dibahagian tepi dari
Gorga; ipon-ipon dalam Bahasa Indonesia adalah Gigi. Manusia tanpa gigi
sangat kurang menarik, begitulah ukiran Batak, tanpa adanya ipon-ipon
sangat kurang keindahan dan keharmonisannya. Ipon-ipon ada beraneka
ragam, tergantung dari kemampuan para pengukir untuk menciptakannya.
Biasanya Gorga ipon-ipon ini lebarnya antara dua sampai tiga sentimeter
dipinggir papan dengan kata lain sebagai hiasan tepi yang cukup menarik.
• Gorga Sitompi, Sitompi berasal dari kata tompi,
salah satu perkakas Petani yang disangkutkan dileher kerbau pada waktu
membajak sawah. Gorga Sitompi termasuk jenis yang indah di dalam
kumpulan Gorga Batak. Disamping keindahannya, kemungkinan sipemilik
rumah sengaja memesankannya kepada tukang Uhir (Pande) mengingat akan
jasa alat tersebut (Tompi) itu kepada kerbau dan kepada manusia.
• Gorga Simataniari (Matahari), Gorga yang
menggambarkan matahari, terdapat disudut kiri dan kanan rumah. Gorga ini
diperbuat tukang ukir (Pande) mengingat jasa matahari yang menerangi
dunia ini, karena matahari juga termasuk sumber segala kehidupan, tanpa
matahari takkan ada yang dapat hidup.
• Gorga Desa Naualu (Delapan Penjuru Mata Angin),
Gorga ini menggambarkan gambar mata angin yang ditambah
hiasan-hiasannya. Orang Batak dahulu sudah mengetahui/kenal dengan mata
angin. Mata angin ini pun sudah mempunyai kaitan-kaitan erat dengan
aktivitas-aktivitas ritual ataupun digunakan di dalam pembuatan
horoscope seseorang/sekeluarga. Sebagai pencerminan perasaan akan
pentingnya mata angina pada suku Batak maka diperbuatlah dan diwujudkan
dalam bentuk Gorga.
• Gorga Si Marogung-ogung (Gong), Pada zaman dahulu
Ogung (gong) merupakan sesuatu benda yang sangat berharga. Ogung tidak
ada dibuat di dalam negeri, kabarnya Ogung didatangkan dari India.
Sedangkan pemakaiannya sangat diperlukan pada pesta-pesta adat dan
bahkan kepada pemakaian pada upacara-upacara ritual, seperti untuk
mengadakan Gondang Malim (Upacara kesucian). Dengan memiliki seperangkat
Ogung pertanda bahwa keluarga tersebut merupakan keluarga terpandang.
Sebagai kenangan akan kebesaran dan nilai Ogung itu sebagai gambaran/
keadaan pemilik rumah maka dibuatlah Gorga Marogung-ogung.
• Gorga Singa Singa, Dengan mendengar ataupun
membaca perkataan Singa maka akan terlintas dalam hati dan pikiran kita
akan perkataan: Raja Hutan, kuat, jago, kokoh, mampu, berwibawa. Tidak
semua orang dapat mendirikan rumah Gorga disebabkan oleh berbagai faktor
termasuk factor social ekonomi dan lain-lain. Orang yang mampu
mendirikan rumah Gorga Batak jelaslah orang yang mampu dan berwibawa di
kampungnya. Itulah sebabnya Gorga Singa dicantumkan di dalam kumpulan
Gorga Batak
• Gorga Jorgom, Ada juga orang menyebutnya Gorga
Jorgom atau ada pula menyebutnya Gorga Ulu Singa. Biasa ditempatkan di
atas pintu masuk ke rumah, bentuknya mirip binatang dan manusia.
• Gorga Boras Pati dan Adop Adop (Tetek), Boras Pati
sejenis mahluk yang menyerupai kadal atau cicak. Boras Pati jarang
kelihatan atau menampakkan diri, biasanya kalau Boras Pati sering
nampak, itu menandakan tanam-tanaman menjadi subur dan panen berhasil
baik yang menuju kekayaan (hamoraon). Gorga Boras Pati dikombinasikan
dengan tetek (susu, tarus). Bagi orang Batak pandangan terhadap susu
(tetek) mempunyai arti khusus dimana tetek yang besar dan deras airnya
pertanda anaknya sehat dan banyak atau punya keturunan banyak (gabe).
Jadi kombinasi Boras Pati susu (tetek) adalah perlambang Hagabeon,
Hamoraon sebagai idaman orang Batak.
• Gorga Ulu Paung, Ulu Paung terdapat di puncak
rumah Gorga Batak. Tanpa Ulu Paung rumah Gorga Batak menjadi kurang
gagah. Pada zaman dahulu Ulu Paung dibekali (isi) dengan kekuatan
metafisik bersifat gaib. Disamping sebagai memperindah rumah, Ulu Paung
juga berfungsi untuk melawan begu ladang (setan) yang datang dari luar
kampung. Zaman dahulu orang Batak sering mendapat serangan kekuatan
hitam dari luar rumah untuk membuat perselisihan di dalam rumah
(keluarga) sehingga tidak akur antara suami dan isteri. Atau membuat
penghuni rumah susah tidur atau rasa takut juga sakit fisik dan berbagai
macam ketidak harmonisan.
Masih banyak lagi gambar-gambar yang terdapat pada dinding atau
bahagian muka dari rumah Batak yang sangat erat hubungannya dengan
sejarah kepribadian si pemilik rumah. Ada juga gambar lembu jantan,
pohon cemara, orang sedang menunggang kuda, orang sedang mengikat
kerbau. Gambar Manuk-Manuk (burung) dan hiasan burung Patia Raja
perlambang ilmu pengetahuan dan lain-lain.
Apakah Jaha Jaha Gorga Itu ?
Orang sering bertanya dan mempersoalkan tentang manjaha (membaca)
Gorga Batak yang sering membingungkan banyak orang. Membaca Gorga Batak
tidak seperti membaca huruf-huruf Latin atau huruf Arab atau huruf
Batak, huruf Kawi dan yang lainnya. Membaca Gorga Batak yakni
mengartikan gambar-gambar dan warna yang terdapat di Rumah Gorga itu
serta menghubungkannya kepada Sejarah dari pada si pemilik rumah
tersebut.
Sebagai contoh : Disebuah rumah Gorga Batak terdapat gambar Ogung
(gong), sedangkan pemilik rumah atau nenek serta Bapaknya belum pernah
mengadakan pesta dengan memukul Ogung/Gendang, maka Gorga rumahnya tidak
sesuai dengan keadaan pribadi pemilik rumah, maka orang yang membaca
Gorga rumah itu mengatakan Gorga rumah tersebut tidak cocok.
Contoh lain : Si A orang yang baru berkembang ekonominya disuatu
kampung, dan membangun satu rumah Gorga Batak. Si A adalah anak tunggal
dan Bapaknya juga anak tunggal. Akan tetapi cat rumah Gorga itu banyak
yang berwarna merah dan keras, dan lagi pula singa-singanya (Mata Ulu
Paungnya) membelalak dan menantang, maka Gorga rumahnya itu tidak cocok
karena si A tersebut orang yang ekonominya baru tumbuh (namamora
mamungka). Maka orang yang membaca Gorga rumahnya menyebutkan untuk si
A. Sebaiknya si A lebih banyak memakai warna si Lintom (Hitam) dan Ulu
Paungnya agak senyum, Ulu Paung terdapat dipuncak rumah.
Sabtu, 22 September 2012
KLASIFIKASI SEBUTAN UNTUK ORANG YANG MENINGGAL DALAM SUKU BATAK (toba)
Dalam tradisi Batak Kematian ada dalam beragam nama (sebutan).Juga berbeda upacara dalam keragaman tersebut. Upacara adat kematian tsb diklasifikasi berdasar usia dan status yg meninggal.
1.Untuk yang mati ktika masih dlm kandungan (Mate di bortian) belum mendapatkan perlakuan adat (langsung dikubur).
2.mati ketika masih bayi (mate poso-poso)
3.mati saat anak-anak (mate dakdanak)
4.mati saat remaja (mate bulung),
5.mati saat sudah dewasa tapi belum menikah (mate ponggol).
(kematian mulai nomor 2-5 diatas mendapat perlakuan adat).
Upacara adat kematian smakin sarat mendapat perlakuan adat apabila orang yang mati:
1.Telah berumah tangga namun belum mempunyai anak (mate di paralang-alangan/mate punu),
2.Telah berumah tangga dengan meninggalkan anak-anaknya yg masih kecil (mate mangkar),
3.Telah memiliki anak-anak yang sudah dewasa,bahkan sudah ada yang menikah,namun belum bercucu (mate hatungganeon),
4.Telah memiliki cucu, namun masih ada anaknya yg belum menikah (mate sari matua),
5.Telah bercucu tidak harus dari semua anak-anaknya,& semua anak-anaknya telah menikah. (mate saur matua).
6.mati ketika semua anak-anaknya telah menikah,bahkan telah memiliki anak & cucu (mate saur matua bulung).
Langganan:
Postingan (Atom)